News

Indonesia Dilarang Tampil di All England 2021: Apa Yang Sebenarnya Terjadi?

By: admin | 2021-03-18 11:41:06


 
 

Indonesia mundur dari All England 2021
Sumber: Badmintalk

 

Badmintalk.com - Pagi ini, kita semua dikejutkan dengan berita bahwa tim Indonesia diharuskan untuk mundur dari All England 2021.

Mari kita lihat kronologinya seperti apa:

  1. 20 dari 24 anggota tim Indonesia menerima email dari NHS (National Health Service) UK, otoritas kesehatan pemerintah Inggris, bahwa mereka teridentifikasi sebagai “close contact” karena “satu pesawat dengan penumpang positif COVID-19” dalam penerbangan Turkish Airlines dari Istanbul ke Birmingham, Sabtu, 13 Maret 2021.

  2. Dalam email tersebut, dinyatakan bahwa 20 anggota tim Indonesia diwajibkan untuk melakukan isolasi mandiri selama 10 hari, terhitung sejak kedatangan (13 Maret 2021), hingga 23 Maret 2021, sesuai dengan aturan yang berlaku. 4 orang lainnya (Mohammad Ahsan, Irwansyah (asisten pelatih tunggal putra), dan 2 ofisial) tidak mendapatkan email tersebut.

  3. Pemain Indonesia diberitahu mengenai hal ini setelah pertandingan Ahsan/Hendra, dan para pemain serta pelatih dan ofisial “diantar” menuju hotel untuk segera melakukan isolasi.

Sebelum kita lanjut, penting bagi kita untuk mengetahui persamaan dan perbedaan kasus ini dengan kasus yang menimpa tim India, Thailand, dan Denmark beberapa hari yang lalu:

  1. Terdapat 7 kasus positif COVID-19 yang dilakukan oleh panitia penyelenggara.

  2. 7 kasus tersebut berasal dari pemain dan ofisial tim India, Denmark, dan Thailand.

  3. Setelah dilakukan tes ulang, ternyata seluruhnya dinyatakan negatif.

Untuk kasus tim Indonesia, mereka diminta isolasi karena merupakan “kontak dekat” dari penumpang yang sampai sekarang tidak diketahui namanya, alamat, dan duduk di mana dalam pesawat. Untuk kasus tim India, Denmark, dan Thailand, mereka telah dinyatakan negatif COVID-19 dan bukan merupakan “kontak dekat” dari siapapun. Jadi, yang menjadi pokok permasalahan di kasus tim Indonesia adalah status “kontak dekat” tersebut.

Sebelum kita lanjut, patut dicatat bahwa perubahan 7 kasus yang diuji positif menjadi negatif dalam kurun waktu 24 jam adalah hal yang tidak lumrah. Ini berarti “false positive rate”-nya mencapai 100%, dari 7 kasus positif yang ada, semuanya ternyata negatif. Hal ini sudah merupakan anomali, dan kita juga tidak bisa menutup kemungkinan bahwa penumpang yang merupakan “kontak dekat” tersebut adalah kasus “false positive”. Sayangnya, kita tidak tahu di mana tes untuk penumpang tersebut dilakukan, ataupun siapa penumpang tersebut.

 

Kasus Neslihan Yigit

Saat ini, pasti banyak yang bertanya, mengapa 4 orang di tim Indonesia tidak mendapat email, kalau seharusnya semua yang satu pesawat mendapat email dari NHS? 

Ternyata, ada lagi atlet yang turun di All England dan tidak mendapat email, yaitu Neslihan Yigit dari Turki. Di jadwal hari ini pun, Kamis, 18 Maret 2021, Neslihan Yigit masih terjadwal untuk bermain. Tentu ini menjadi pertanyaan, apabila kebijakannya adalah menerapkan isolasi mandiri untuk semua penumpang pesawat yang sama, mengapa (setidaknya) 5 orang tersebut (4 anggota tim Indonesia dan Neslihan Yigit) tidak mendapat email? 
Apakah ini berarti sistem administrasi NHS tidak memuat data yang lengkap? Atau adakah kesalahan administrasi? Atau mungkin, kriteria untuk menentukan “kontak dekat” ini berdasarkan faktor lainnya? 

Tentu hal-hal tersebut patut dipertanyakan dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Apabila kriteria isolasi mandiri diterapkan kepada seluruh penumpang pesawat yang sama, maka Neslihan Yigit seharusnya juga mendapatkan email "contact tracing" dari NHS (dan 4 anggota tim Indonesia lainnya).

Hanya NHS / Public Health England-lah yang bisa menjawab pertanyaan ini.

Dari uraian di atas, nampaknya sudah jelas bahwa permasalahan di sini tidaklah berakar dari panitia All England ataupun BWF, namun kebijakan dari NHS mengenai “kontak dekat”.

Namun, apakah kebijakan ini sudah mempertimbangkan bahwa orang yang terlibat adalah atlet profesional, yang seharusnya mendapatkan kategori khusus, karena pergerakannya di Inggris pun dibatasi? Apakah sudah mempertimbangkan seberapa dekat kontak yang sebenarnya terjadi?
 

Perbandingan dengan olahraga lainnya di UK

Seperti yang kita ketahui, di Inggris juga diselenggarakan berbagai turnamen sepak bola, seperti liga Inggris ataupun turnamen lainnya. Dalam salah satu rangkaian turnamen tersebut, sudah ada beberapa kasus positif COVID-19. Namun, tidak ada isolasi mandiri bagi “kontak dekat” kasus COVID-19 yang seketat protokol yang saat ini diterapkan bagi kontingen Indonesia. Kasus David Moyes, pelatih West Ham United, adalah contoh yang cocok.

Mari kita lihat artikel berikut: 
https://bola.kompas.com/read/2020/09/23/04400038/david-moyes-dan-2-pemain-west-ham-positif-covid-19-saat-pertandingan?page=all

Pelatih dan 2 pemain West Ham didiagnosis positif COVID-19 saat sedang pemanasan sebelum pertandingan, dan mereka langsung diminta untuk pulang dan isolasi. Sementara itu, pemain lain diperbolehkan untuk tetap berlatih dan bertanding seperti biasa ketika itu. Bahkan, pertandingan di hari itu pun berjalan seperti biasa, seolah-olah tidak ada kasus apapun.

Sepak bola, olahraga yang dikenal dengan kontak fisik yang jauh lebih tinggi daripada bulu tangkis, dapat melanjutkan kompetisi yang melibatkan pemain yang sudah jelas memiliki kontak dengan kasus positif COVID-19. 
 

Analisis

Apakah hal ini tidak lebih bahaya dibandingkan tim Indonesia yang belum tentu memiliki kontak fisik apa-apa dengan penumpang tersebut? Kalau memang ada bukti nyata bahwa pemain atau ofisial tim Indonesia memiliki kontak langsung, maka sudah jelas konsekuensinya seperti apa. Namun, jika atlet sepak bola diperbolehkan untuk tetap bermain setelah dipastikan sebagai “kontak dekat” dengan pelatih dan sesama pemain, tidakkah ini berisiko lebih tinggi dalam hal penularan COVID? Terlebih lagi, atlet Indonesia yang bertanding pun sudah dalam “semi-bubble” turnamen All England dan semua melalui protokol kesehatan yang ketat dengan PCR test berkala. 

Ada juga kemungkinan sistem NHS tidak membedakan status para atlet dalam sistem mereka sebagai “atlet” yang dikategorikan secara khusus. Sementara ini, belum ada statement resmi dari NHS selain melalui email yang telah dikirim ke anggota tim Indonesia.

Di sini, kami melihat Badminton England memiliki kedudukan yang "sejajar" selaku federasi olahraga nasional dengan "The FA" (PSSI-nya Inggris) dalam hal kedudukan di mata pemerintah Inggris. Maka dari itu, mungkinkah ada upaya untuk menyama-ratakan perlakuan terhadap para atlet? Bila FA bisa mengupayakan pengecualian bagi para atlet sepak bola dalam kompetisi Liga Primer Inggris, yang juga melibatkan pemain asing dan pemain yang bepergian ke luar negeri untuk pertandingan kontinental Eropa, bisakah Badminton England melakukan hal yang sama untuk atlet bulu tangkis?

Aturan memang patut diikuti, namun dalam kasus ini, tampaknya ada anomali dan inkonsistensi dalam penerapan aturan yang ada. Maka dari itu, seharusnya hal ini dapat dianalisis lebih lanjut mengenai tingkat risiko penularannya. Terlebih lagi, para atlet juga berada dalam “bubble” turnamen dan tidak berinteraksi langsung dengan komunitas di luar “bubble” tersebut. 

BWF sebagai induk organisasi dan panitia penyelenggara All England sebenarnya dapat mengupayakan jalan yang terbaik. Kami tidak tahu apa yang telah mereka lakukan mengenai hal ini selain menyerahkannya semua kepada otoritas setempat, namun tentu perlu adanya transparansi mengenai apa saja yang telah dilakukan oleh pihak penyelenggara serta komunikasi seperti apa yang terjalin antara pihak pemerintah dan penyelenggara. Dengan demikian, tentu semua pihak akan mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam mengenai situasi ini.
 

Tim Indonesia di Bandara Soekarno Hatta Sebelum Berangkat ke All England 2021
Sumber: PBSI

Sekarang bagaimana?

Sekarang, kita semua hanya bisa sabar dan menunggu. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia setempat juga tengah mengupayakan komunikasi diplomatik dengan pihak Inggris pada hari Kamis pagi waktu setempat. Semoga ada kabar baik, atau setidaknya, kejelasan lebih lanjut mengenai masalah ini dan juga penjelasan mengenai anomali dan inkonsistensi yang telah diurai di atas.

 

Bagaimana dengan turnamen berikutnya?

Menurut kami, untuk menyelenggarakan event internasional, perlu adanya komunikasi intensif dengan pemerintah setempat, sehingga bila kasus serupa terulang, komunikasi dan penanganannya sudah jelas dan bisa ada keputusan yang jelas dan cepat.

Tetap dukung para atlet Indonesia. (JKT)

News